L A N G I T

by - 3:44 AM

Coba kemari dan dengarkan ini,
“Aku benar-benar tidak membutuhkan apapun, tidak itu uang, makanan, minuman, lautan, pegunungan dan bahkan toilet sekalipun. Dikarenakan aku yang memang sedang tidak ingin, tapi entah apa yang akan terjadi lima menit kemudian, bisa jadi aku akan membutuhkan semuanya dengan cara sekaligus. Marilah kita lihat saja nanti, bagaimanapun sekarang kita harus tetap senang, agar demikianlah adanya”.
***
Apakah engkau akan mengizinkanku untuk aku berkata-kata lagi? Kukira mau-tak-mau, siapkanlah telingamu.
“Alangkah indahnya gelora perasaan yang kurasakan padamu saat ini hingga nanti selama-lamanya, jika ditumpahkan dan menjadi sebuah lukisan yang sengaja dilukis langsung oleh dia, Leonardo da Vinci”.
***
 Tak terdengar indah bukan? Memang, aku sengaja, karena aku sebenarnya sudah menyiapkan kata-kataku yang kedua ini, “Akan terdengar begitu dramatis dengan balutan nada-nada merdu, jika saja datang Ludwig Van Beethoven yang langsung menterjemahkan perasaanku ini kedalam musik yang dia mainkan dengan piano tua yang dengan sengaja ia bawa dari zamannya”.
***
Dan engkau tahu? Sungguh telah habislah masa mereka. Betapapun indah dan merdunya, takkan lantas membuatmu terlena dan tergila-gila seandainya engkau menikmatinya dengan keadaan terikat di sebuah kursi yang dikelilingi oleh para singa yang sudah jauh-jauh datang dari Afrika dan dalam keadaan sedang sangat kelaparan.
***
Sudahlah, jangan engkau harapkan keindahan itu akan datang, apapun itu juga dari siapapun itu, seandainya hari-harimu masih saja selalu diselimuti dengan perasaan kesal yang engkau tunjukkan dengan memasang raut wajah yang cemberut dan selalu murung. Karena itu tak akan terjadi sampai engkau kembali, tersenyum lagi.
***
Yaitu yang engkau rasakan jauh dalam lubuk hatimu adalah yang sebenar-benarnya engkau rasakan. Karena ini akan lebih mudah engkau rasakan, jika dibanding harus engkau mengerti seperti rumus kalkulus itu.
***
Mungkin aku salah, tetapi hasrat sunyi dalam diri, tak lantas pergi saat kau berdiam diri.
***
Lalu, hasrat apakah yang sedang menggebu-gebu didalam dirimu itu? Silahkan engkau buat dan lakukan, engkaulah pengendalinya, seandainya memang benar, hasratmu itu bukan sedang ingin membunuhku karena aku yang terus mengganggumu dengan semua ocehanku.
***
Engkau yang masih saja diam didalam bisu, membuatku sedikit ragu, apakah suaramu tidak semerdu yang orang lain sampaikan kepadaku? Atau mungkin engkau memang lebih suka untuk menyampaikannya didalam hatimu itu, daripada engkau harus berkata-kata dan membuat engkau lelah selalu.
***
Uu-uu-uu-uu.
***
Tak apa, Kasih, lakukanlah apa yang engkau mau, seandainya dengan demikian engkau bisa lebih menghemat suaramu. Atau bahkan karena engkau merasa bahwa saat sekolah dahulu, kau tidak banyak diajarkan untuk berbicara.
***
Tetapi, semoga ini hanya lintasan pikiran liarku saja. Tak apa sungguh tak mengapa. Mungkin dirimu hanya sedang merasa lelah.
***
Sudahlah, hiraukan apa yang baru saja tadi kukatakan. Tapi coba rasakan apa yang kurasa.
***
Sudah?
***
Wow, kau berhasil! Memang itu yang kurasakan saat ini. Dingin, sunyi dan hampa, layaknya seseorang yang hanya diam dan tak mengucapkan sepatah katapun.
***
Tahukah engkau, Kasih?
Terkadang aku merasa heran pada diriku sendiri. Bagaimana bisa aku merasakan hal yang seperti itu, padahal kini aku sedang berada sangat dekat dengan wanita tercantik di dunia.
***
Namun apalah dayaku, bahkan burung yang ahli terbang pun takkan mampu lagi, ketika salah satu sayapnya patah.
***
Dan begitupun aku, bagaimana mungkin aku bisa berbahagia ketika belahan jiwaku sedang dalam kondisi yang entah apa ini namanya.
***
(Ia tetap diam tak bergerak dan tak mengucapkan sepatah katapun)
***
Benar-benar disayangkan, Kasih. Aku telah sia-sia. Sia-sia sudah menyiapkan berbagai macam hadiah yang telah dibungkus rapi dan juga berbagai macam makanan dan minuman kesukaanmu.
***
Karena aku berjanji hanya akan memberikannya semua untukmu jika kau mau berbicara padaku malam ini. Tapi semua sudah tak ada artinya lagi kini.
***
(Ia bergerak sedikit mambenarkan posisi duduknya tanda gelisah)
***
Apakah engkau tidak melihat matahari diatas sana, Kasih?
 Ya, akupun tidak, karena ini malam hari.

***
_________________________________________________________________

I

Hallo, langit, langit ciptaan Tuhan, Tuhanku. Hari ini biasa sekali, hanya melakukan rutinitasku seperti biasanya.
Kau sudah berubah menjadi gelap ketika aku tiba dirumah, karena tadi aku harus menghadiri rapat sebagai tanggung jawabku karena sudah mendaftarkan diri untuk ikut salah satu organisasi di kampusku. Itu semua adalah perjuangan setelah menempuh kurang lebih 90 menit perjalanan, barulah.
       “Pak supir, ayo dong, antarkan aku untuk cepat tiba dirumah, jangan ngetem terus, aku cape banget, pengen mandi dan lalu membuyarkan rasa lelah ini di atas kasur!”
       Tentu aku berkata seperti itu hanya di dalam hatiku, langit, sementara aku sedang ada di dalam angkutan kota yang dari tadi jalannya lambat sekali. Karena jika aku berteriak, aku khawatir akan diturunkan secara paksa. Seperti di kudeta!
       Nah, di dalam angkot, aku terus terbayang pada obrolan dengan kakak tingkatku tadi, Kak Rose.
       “Wen! Pokoknya nanti ada yang bakal ngsms, tunggu aja!”
       “Loh? Siapa, teh? Mau apa?”
       “Udaah, nanti juga kan tau sendiri.”
       “Terus? Aku harus bilang apa?”
       “Haha… Ya bilang apa kek, nanti orangnya juga bakal ajak ngobrol, udahlah santai aja, cuma mau kasih tau itu aja kok.”
       Kata-katanya seolah ingin membuatku bingung. Dan dia berhasil, kini aku sedikit bingung untuk menentukan perasaanku. Apa aku harus senang? Atau takut? Siapa sih? Terus mau apa? Udahlah gausah dipikirin, bikin susah aja.
       Dirumah, aku melaksanakan apa yang aku pikirkan ketika di dalam angkot, yaitu untuk tidak memikirkan apa yang kakak tingkatku tadi bicarakan. Pokoknya cuma pengen mandi, gerah! Oh, makan, lapar! Terus diem, nunggu ketiduran.
       Semua aku lakukan dengan cepat, dan langsung merebahkan diriku diatas kasur. Kutengok HP ku,
       “Ah, gak ada yang sms, dia berbohong kali ya? Bikin geer aja!”
       Aku langsung berpikir seperti itu, langit. Sekaligus menunjukkan aku yang gagal untuk tidak memikirkannya. Tapi, yaudah sih, apa salahnya, kan? Lagian gak ngarepin juga ada yang sms, wle!
_________________________________________________________________

I

   “Dina, Kemana aja nih? Duh setahun bersama tapi kayanya kita gak pernah ngobrol berdua yaa.”
   “Dih, apa nih? Pasti ada maksudnya ya? Langsung aja lah!”
   “Yee, suudzon. Gaboleh, jadi orang harus khusnudzon! Ngomong-ngomong yang tadi siapa tuh? Hehe”
   “Tukan, halah udah tau akal nya! Apa yang siapa?”
   “Itu yang tadi bareng kamu ke atas”
   “Huuuu, dasar! Nanyain cewek aja, semangat. Yang mana? Kan ada dua?”
   “Yang mana ya? Mending mana?”
   “Gatau, emang maksudnya yang mana?”
   “Yang kiri aja. Hahaha”
   “Kiri? Kiri mana?”
   “Ahhh, pasti tau! Yang tadi ke atas bareng kamu kan Cuma satu, satunya lagi dia pergi.”
   “Ohh… Arwen ya?”
   “Arben? Kaya buah kecil warna merah merah? Dimakan bareng gula biar manis?”
   “Arwen!!!”
   “Haha.. Iya, Arwen”
   “Ohh… Nih, ada kok!”
   “Dih, kamu tuh emang orang yang paling baik satu kampus deh, beneran!”
   “Yuck… Udah jangan banyak basa-basi”
   “Hahahaha… As you wish, dan terimakasih banyak”
   “Okedeh”
   Jadi, kiranya begitu, langit, caraku mendapatkan nomer HP nya si dia. Si dia orangnya yang aku benar-benar belum tahu apa-apa tentang dia. Kan memang baru lihat tadi.
   Iya, tau, bolehlah aku digolongkan pada orang-orang yang tidak berani meminta langsung pada orangnya. Tapi tidak apa-apa, kan? Selanjutnya, pasti aku yang bergerak. Usaha sendiri maksudnya. Dan aku sudah berterimakasih pada temanku, si Dina. Ya Tuhan, tolonglah beri dia pahala. Dia orang baik. Jika bukan, setidaknya dia telah berbuat baik dengan memberi tahu data yang aku butuhkan. Hahaha
   Mendekati wanita, bagiku bagaikan perang, langit. Awalnya aku berpikir seperti itu adalah ketika aku melihat orang lain, tujuan dari laki-laki yang mendekati wanita adalah nanti untuk ditembak. Perang juga, kan? Gak apa-apa ya langit ya? Masa karena aku orang Indonesia, lalu aku harus mengikuti cara perang para pahlawannya yang ketika berperang menggunakan bambu runcing.
   Tusuk… Tusuk… Tusuk… Hah? Tusuk? Ga enak, kan? Coba, “Besok aku mau nusuk cewek”, tuh, serem, ini bisa salah arti, langit! Bisa-bisa aku dipenjara, dikira percobaan pembunuhan. Jadi sudah lah, gunakan kata tembak saja, lagian kau pasti sudah tahu, kan? Bahwa maksudnya tembak itu intinya adalah bertanya apakah mau pacaran bla… bla… bla…
   Mustahil lah tak tahu, kau pasti sudah menjadi saksi ber-milyar pasang manusia. Ya kan?
   Karena seperti perang, aku tambahkan saja, bahwa ketika akan memulai perang dan ingin memenangkannya, kuasai dulu medannya. Setuju, langit? Ah sudahlah, tak setuju pun tak apa.
_________________________________________________________________


II

Langiiitttt! Ingat yang aku ceritakan tempo hari itu? Hah! Sudah hampir satu minggu dan ternyata informasi dari kakak tingkatku benar adanya. Kau tahu? Ada yang menghubungiku!
       Aku tidak begitu senang, langit! Jangan tertawa! Aku kesal karena orang itu ternyata aneh sekali. Perkenalan pertama, dia langsung panggil aku Siti Jubaedah! Apa coba? Hih! Dia awalnya invite BBM. Kau tau kan blackberry messenger? Aku kira, perkenalan pertama yang dia lakukan bakal romantis, ya atau setidaknya membuatku berpikir bahwa dia itu orangnya manis, baik, atau apalah sedikit kreatif. Yee taunya sok-sok salah sambung. Emangnya telepon apa? BBM aku kan ada namanya!
       Tapi gak apa-apa deh, seenggaknya nambah temen. Atau? Seenggaknya aku semakin sadar bahwa masih ada orang aneh di bumi ini. Kamu pasti tau langit, kenapa sih gak ngasih tau? Dia kan tinggal di bumi, ada disekitarmu, di langit.
       Tapi dia itu aneh! Aneh! Aneeeeehhhhhh! Kok ada sih orang kaya gitu?
       Tau ah, udah, cuekin aja. Palingan orang kampungan yang sok-sok cari gebetan, mentang-mentang aku gak punya pacar. Jelalatan amat tuh mata, gabisa deh kayanya liat cewek yang jomblo. Hiiii
       Tapi kalau nanti dia ngajak ngobrol lagi, emang aku harus sombong? Kayanya gak perlu deh. Jawab seperlunya aja gimana? Aku kan ga mau jadi orang sombong, lagian enak banget tuh orang, udah seenaknya ngeganti nama orang, masa harus dikasih perlakuan beda. Nggak layaw!
       Langit, pengen tidur nih, tapi belum ngantuk. Ah biasa lah, nunggu ngantuk aja.
       Ngapain ya?
       Hmmmm… Oh, coba aku baca lagi chat tadi sama orang aneh, takut ada yang kelewat. He he


________________________________________________________________________ 

II

Langit, langit, langit, langit yang hitam. Ah, lang sajalah, terlalu penjang. Agar terdengar akrab.
   Yang kuceritakan mengenai mendekati wanita adalah sama seperti perang itu aku serius! Dari awal aku sudah mendapat nomor kontaknya, sebetulnya bisa saja aku langsung menghubungi dia dan kenalan. Tapi, jika tidak tau apa-apa tentang dia yang umum, layaknya operator saja. Bisa-bisa aku diabaikan nanti!
   Jadi aku mempelajari dulu dirinya untuk barang beberapa hari. Ini dia yang disebut ‘kuasai dulu medannya’. Aku sedang mempelajari medan. Bukan medan yang di Sumatera, lang, jangan bodoh!
   (Suara langit bergemuruh)
   Oke, lang, aku bercanda, jangan marah. Maaf, maaf.
   Sebetulnya hanya sedikit yang perlu diketahui dan sebenarnya itu tidak terlalu penting karena nanti ditanya langsung pun akan bisa. Tapi… Disini puncak teori nya, lang. Hahaha
   Ketika mulai bertempur (menghadapi wanita) apakah itu secara langsung ataupun melalui media komunikasi, sebisa mungkin kita harus bisa menyeting apa yang akan terjadi. Sehingga alur percakapan akan terus mengalir dan tidak membosankan. Sisanya, improvisasi laaa…
   Sebagai contoh, ketika pertama menanyakan namanya, kau akan sudah tau apa yang akan dia balas, karena memang kau sudah tau. Nah, karena kau sudah tau apa yang akan dia balas, kau harus memikirkan lagi  bahan apa yang akan dibicarakan selanjutnya, lang! Jadi kau ini harus berada setidaknya satu langkah didepan mereka. Seperti sedang menuntun.
   Jika kau sebelumnya tidak mempelajari dulu medannya, dari situ sudahlah pasti kau kalah. Mentok-mentok juga kau hanya akan mendapat nama dan tempat dia kuliah. Kalau memang mau begitu ya tidak apa-apa, tapi jika kita yang mengontrol arah pembicaraan, pasti lebih menyenangkan, lang! Kau menuntun dia untuk membantumu meraih apa yang kau inginkan darinya.
   Ada juga beberapa yang memang sulit untuk dipelajari terlebih dahulu. Ya itu sih terserah, akan langsung terjun bebas kah? Menyerah kah? Atau berusaha mempelajarinya lagi kah?
   Memang, tidak semua teori berhasil. Teori dari pemikir ulung pun banyak pihak yang menentang, apalagi teori bodohku ini. Jadi jika tidak berhasil, kau kan punya rasa maklum. Hehehe
   Tapi ya setidaknya, ini teori dasar yang aku buat dan anut sendiri, belajar mandiri lah. Anehnya, sebagian besar bisa berhasil.
   Kau sendiri punya istri tidak?

   Tadi pun aku berimprovisasi, lang. Aku menyengaja sebut namanya Siti Jubaedah. Aku lakukan itu, karena aku sudah tau, dia pasti menyangkal. Dan ketika dia menyangkal bahwa namanya bukanlah Siti Jubaedah, tertawalah aku, karena teoriku berhasil. Hahaha, yes!

*Bersambung deui ah lieur

You May Also Like

0 comments